Friday, November 30, 2007

Bila Saja ...

Malam ini benar benar dingin. Cukup dingin hingga terasa menusuk tulang. Tapi aku tidak berharap akan kehangatan. Malah, aku ingin dingin tetap tinggal dan temani aku. Hati ini sedang luka ... bukan hal yang baru. Aku hanya berpikir dingin bisa menandingi nyerinya hati karena angan yang sepertinya kembali pupus dan harapan kembali hampa.

Berat kuseret langkahku ... menuju kemana aku pun tak tau. Pulang ... saat ini rumah hanya sekedar bangunan pelindung, tidak lebih. It's just a House, not a Home. Not anymore ... Maybe it will be Home again someday. But surely not now ... nor tommorow. Not for sometime near. Saat ini aku terus berusaha mencoba untuk menerka nerka siapa yang akan menjadi peredam gundah, cahaya hati. Siapa yang akan memberi hangat pada jiwa yang tersudut di dalam dinginnya sepi. Melow .... Cengeng .... Picisan ... Norak ... Tapi aku Jujur.

Sudahlah, angan tidak boleh diperlakukan seperti nyata. Angan hanyalah acuan dan pemicu bagi harap yang terus menyemangati jiwa untuk maju dan meraih mimpi. Bila angan tidak teraih, maafkan takdir. Wajar bila sedih ... tak apa bila kecewa. Namun jangan terlalu lama. Biarkan saja semua berjalan apa adanya. Ada kala dimana kita memang harus membiarkan semua berjalan seperti yang telah digariskan ... dan kita tidak perlu bahkan tidak boleh untuk turut campur. Sadarlah ... Inilah hidup dan segala peraturannya. Lepaskan, angan bukan beban. Maka jangan jadikan itu beban. Tidak meraih angan bukan berarti kalah atau pecundang. Mungkin waktunya saja yang belum tepat ... angan pun perlu waktu. Semua perlu waktu. Walau terdengar klise namun sabar adalah kunci. Jadikan sabar pijakan.

Aku tetap muram .... hati tetap temaram. Mungkin karena angan dan harap yang dimiliki sudah terlalu lama mendekam dan tidak juga berubah jadi nyata. Bila memang tidak akan pernah jadi nyata, apa salah untuk tetap berharap dan berusaha? Takdir bisa diubah kan? Ataukah aku memang harus jalani garis yang sudah terbuat tanpa sebelumnya ada kompromi dan mufakat? Saat ini aku terduduk dan mencoba untuk kembali berkhayal akan hal yang sama, akan angan yang sama, akan orang yang sama. Haruskah aku menangis ...? Salahkah bila aku menangis hanya karena aku lelaki? Urusan hati tidak bisa dipukul rata, jadi aku tak peduli.

Bila saja bintang jatuh bisa mengabulkan harap, maka aku berharap ... pertemukan aku dengan kekasihku.

Saat ini, lagi lagi aku sedih ....

Tuesday, November 6, 2007

Catatan Perasaan di Kala Hujan

Takdir ... banyak yang menganggap bahwa itu adalah sebaris garis lurus tanpa lengkung dan sudut dimana kita berjalan di atasnya. Pilihan adalah nihil, perubahan itu mustahil. Takdir populer dengan pasti dan harusnya. Tidak kompromi dan tidak basa basi.

Hari ini hujan ... tiap tetes airnya membuatku merenung tentang takdir. Hembusan angin dingin membawa aku ke alam pikir untuk mencari satu kesimpulan. Sebuah hipotesa dari banyaknya teori yang diutarakan orang mengenai takdir. Heran ... mengapa lembab udara malah membuat aku ingin terawangi takdir? Mungkin perpaduan sejuk, gelap dan semilir sangat kondusif menghadirkan melankolis ke dalam kepalaku. Atau mungkin karena situasi diri akhir akhir ini yang terasa lepas dari pasti. Gantung ... di ayun oleh tali galau yang kian erat. Kucoba sekuat tenaga mencari harap, agar bisa terlepas dari galau. Tapi ... aku belum menemukan harap. Lelah juga lama lama ... dan aku pun terduduk hingga akhirnya rebah dan tertidur. Masih diikat oleh tali galau. Bahkan sekarang aku mulai diselimuti oleh kabut ragu. Atau mungkin itu hanyalah fatamorgana yang diciptakan oleh parasit putus asa yang perlahan namun pasti datang dan bersarang di hati juga pikiranku.

Masih hujan ... kelas pun tidak ada tanda tanda untuk bubar. Sang dosen masih terlihat semangat untuk berbicara di depan kelas sebagai moderator dari teman teman lain yang sedang presentasi. Banyak yang bertanya, walau menurutku topiknya tidak terlalu menarik. Bukan salah mereka, tetapi hasil undian yang ditulis di kertas, dimasukan ke dalam sedotan, diamsukan lagi ke dalam gelas kosong yang di atasnya ditutupi kertas yang dibolongi. Seperti arisan, kelompok itu mengambil kertas yang dilapisi sedotan itu untuk melihat tema mereka, dan itulah yang mereka dapat. Topik yang membosankan. Entah karena aku tidak terlalu suka atau memang aku tidak menyimak. Tapi yang pasti ada 1 orang teman yang sangat mencari perhatian dosen. Mencoba bermain aman sepertinya. Aku terdiam dan berpikir. Salah satu cara untuk merubah takdirkah? Karena dia itu mengulang mata kuliah yang ini. Takdir ... kenapa topik itu yang muncul di kepalaku? Seperti orang yang tidak bersyukur saja. Tapi apa salah kalau berkesah karena lelah?

Sudah sudah ... usaha adalah cara efektif untuk memanggil dan mengundang harap untuk datang. Semakin besar usaha, maka semakin besar harap. Agak berbanding lurus, bukannya pasti. Walaupun kemungkinan besarnya seperti itu. Namun tidak selalu. Pun, ada hal yang bisa menguatkan harap untuk makin cepat datang. Do'a. Sayang ... Tuhan saat ini sedang aku kebelakangkan. Suatu kebodohan terlalu tolol. Tapi ternyata aku bukan satu satunya orang yang melakukan kebodohan macam itu. Bukan tak ingin kembali, hanya saja ada malu dan sungkan menutupi hidayah dan cahaya Tuhan yang diperuntukkan pada hati.

Masih saja hujan. Ku ambil HP yang Aku selipkan di dalam kantong celana. Jam 8 kurang. Masih lama sekali kita akan dibubarkan. Di dalam kelas aku mulai tidak merasa nyaman. Bukan karena aku duduk di pojokan, sendirian dan diasingkan. Aku malah duduk di barisan tengah agak ke belakang, dan di apit oleh beberapa teman di kanan dan di kiri Ku. Namun, saat ini aku sedang ingin sendiri, tidak lebih. Berharap bisa mengadu kepada yang mau mendengar, namun sepertinya tidak ada.

Akhirnya kelas bubar. Hujan juga mulai reda. Aku mulai berpikir untuk menghubungi Ibu, karena Ibu sedang berada di rumah Bude, kakak Ibu. Ibu meminta aku untuk kesana untuk menjemput dia. Namun sewaktu Ibu menghubungi aku, percakapan terhenti. Baterai Ku habis. Dua buah HP yang aku miliki semuan baterainya habis. Apa ini juga bagian takdir? Atau hanya kecerobohan karena tidak memprediksikan situasi yang mungkin hadir. Hasilnya ketika aku menghubungi Bude, sepupuku yang mengangkat telefon Ku. Dia tidak marah, namun aku merasakan ada kekesalan karena baru menghubungi setelah sekian lama. Selain juga karena Ibu sudah pulang dengan Taksi seorang diri ke rumah yang jaraknya jauh dari rumah Bude.

Aku mencoba merubah takdir, namun sulit. Ataukah memang tidak bisa lagi diubah? Atau aku telah membuat pilihan salah? Ingin rasanya terbang ke angkasa dengan sayap merentang lebar. Seperti Malaikat. Namun, saat ini aku hanya merenung dan mencoba mencari privasi dalam sendiri. Khayal, tolong temani aku. Sepi, tolong lindungi aku. Sedih, kamu boleh lagi bertamu. Air mata, silahkan kau basahkan pipiku .... temani tetesan hujan yang mulai lagi menyapa bumi.

Monday, September 24, 2007

Kisi Kisi Sisi

Sudah semakin jelas saja ... sekuat apapun usaha untuk memaklumi, mengerti, bahkan berempati, tetap tidak bisa untuk merubah kenyataan yang ada. Memang sebaiknya berhenti menjadi naif, karena tidak akan mengubah paham. Bahkan bisa membuat salah paham. Status adalah acuan awal kebanyakan orang ketika mengenal seseorang. Bahkan Ia selalu terlintas ketika kita melihat orang lain, walau sekilas. Statuslah yang membuat perbedaan perlakuan, perbedaan tanggapan, perbedaan perhatian hingga perbedaan kesempatan. Suatu hal yang harusnya bisa dan sangat boleh untuk dirasakan dan didapatkan serta diberikan secara adil dan rata. Memang Manusia bukan Malaikat, Dewa apalagi Tuhan. Wajar jika manusia tidak bisa berada di tengah. Namun paling tidak mereka punya pilihan untuk bersikap. Sayang, lebih banyak yang memilih untuk bersikap memihak; memihak pada yang berstatus lebih elit, lebih mapan, lebih populer. Ada pamrih tersembunyi di balik sikap ramah dan senyum manis; harapan agar bisa masuk ke dalam lingkaran orang orang pujaan. Sangat palsu, tak ubahnya badut dengan make up tebalnya yang selalu saja dianggap lucu. Padahal wajah aslinya terletak di balik senyum lebar dan baju gombrongnya. Siapa yang tau ekspresi asli si Badut? Siapa yang bisa menebak ukuran tubuh si Badut?

Lebih sedih, pandangan sinis yang diiringi sikap cemooh dan ucapan hardik adalah paket lengkap yang dialamatkan bagi para pemilik status dengan kondisi cukup dan kurang. Seolah mereka adalah kelompok kasta rendahan, penyakitan dan parasit bagi orang di sekitarnya. Padahal usaha keras dan banting tulang adalah kegiatan mereka sehari hari. Mungkin kebanyakan dari mereka lebih banyak menggunakan otot daripada otak, tetapi bukan berarti mereka tidak pernah berpikir. Picik ternyata lebih sering datang dan bersarang pada orang orang yang bertitel dan berpendidikan. Ironi sekaligus refleksi betapa moral telah di peti es kan oleh banyak pribadi. Walaupun tiap pribadi masih punya hati, tetapi hati telah ditempatkan di balik jeruji iri, dengki dan serakah. Kepalsuan adalah wajah populer, dimana basa basi dan formalitas harus diutamakan. Curang adalah tindak profesional, karena sangat sah untuk berhasil dengan segala cara.

Tidak adil bila saya memukul rata semua orang dari sudut pandang ini. Itu pikiran yang sangat dangkal. Namun sekedar ekspresi kesal yang terlalu memuncak atas sikap kebanyakan. Mungkin saya yang sudah jauh dari orang orang yang masih menggunakan wajah asli dan berprinsip pada moral. Mungkin Saya terdampar di antara orang orang palsu dan picik, bahkan licik. Mungkin tanpa sadar saya sudah menjadi seperti mereka. Ataukah memang ini wajah kenyataan? Mungkin ini adalah fase yang harus dilalui oleh tiap individu, semacam tahapan sebelum bisa melanjutkan ke tahapan yang lebih serius. Untuk tetap Netral adalah sulit. Untuk bisa mengubah mereka menjadi baik jauh lebh sulit. Namun, itu ternyata tuntutan pada tiap manusia. Apakah kita cukup peduli dan mau beraksi? Pertanyaan yang bila ditujukan ke saya akan saya respon dengan diam atau saya alihkan pada topik yang lain. Berat memang, namun mulia telah dijanjikan pada manusia yang peduli dan beraksi.

Macam macam bentuk usaha ... ini hanya salah satu bentuk yang termudah dan terletak di urutan paling bawah. Namun mungkin saja bisa dijadikan penambah wacana. Terlalu Naif bila berharap Dunia akan bebas dari orang orang palsu nan picik dan licik, namun paling tidak kita bisa berusaha untuk tidak terbawa dan terwarnai. Lebih baik lagi, kita memberi warna. Warna warni kebenaran yang dilukis dengan kuas moral, dihias dengan malu dan dibingkai dengan santun. Semoga ....

Tuesday, August 14, 2007

Harapan di ujung Pasrah

Pada akhirnya, seseorang cuma bisa pasrah ketika usaha yang diiringi tetesan keringat juga airmata telah dikeluarkannya. Suatu hal yang sama sekali bukan masalah bagi orang lain, ternyata bisa menjadi masalah yang sangat besar bagi yang lainnya. Menyebalkan memang ketika itu terjadi, tapi salah satu hikmahnya adalah kembalinya bulir air mata di ujung sajadah, menyertai do'a.

Mungkin sudah waktunya memang untuk mengadahkan tangan dan mendongakan wajah kepada Tuhan, setelah sekian lama IA dipecundangi dengan ketidakpedulian. Mungkin Tuhan marah. Pun bila benar, sangatlah pantas. Tapi sepertinya ini hanya teguran untuk kembali mawas dengan keadaan dan kenyataan bahwa ada Tuhan. Buktinya, di pojokan jalan buntu yang gelap, pengap dan bau, dengan keadaaan lemah, lemas, hancur dan tidak berdaya, nama Tuhan yang disebut.

Kesadaran bahwa gak seharusnya kesombongan menjadi pakaian sehari - hari memang tidak selalu datang dari kesadaran diri sendiri. Pun hati nurani telah berkali - kali memperingati. Kejadian dahsyat yang membuat kita terpelanting, terjatuh dan tersungkurlah yang mampu merobek jubah kesombongan. Berharap bisa menyingkap pakaian iman didalamnya. Tetapi, itu semua tidak lepas dari penyikapan.

Akan ada titik terang di ujung lorong kelam. Usaha menjadi tongkat penuntun, do'a menjadi pelita dan sabar menjadi bekal. Cahaya di ujung lorong ... sungguh melegakan.

Tuesday, July 31, 2007

Lelaki di Barisan Sakit Hati

Pada akhirnya, setiap orang akan berakhir merentas hidupnya sendiri. Tidak lagi dituntun, tidak lagi dikawal. Mungkin - tapi mungkin juga tidak - ada yang memperhatikan dari jauh dan menolong bila memang kita dianggap benar - benar membutuhkan bantuan. Tetapi, tidak jarang akhirnya kita harus berjalan sendiri. Benar - benar sendiri. Jangan lagi mengharapkan bantuan, dorongan, tuntunan, contoh, bimbingan ataupun dukungan dari orang lain. Cukup diri sendiri, tidak lebih.

Lelaki; Figur yang selalu dielukkan sebagai sosok yang kuat dan harus kuat karena diproyeksikan sebagai pelindung keluarga dan dirinya sendiri. Tidak salah memang. Namun persepsi tersebut sering menyimpang ketika lelaki diibaratkan seperti batu yang tidak lagi perlu orang lain di sekitarnya, karena dia dianggap mampu berdiri sendiri. Padahal kemandirian tidak selalu dan tidak pernah boleh diartikan sebagai kesendirian. Karena manusia - pria atau wanita - pada dasarnya mahluk sosial. Pasti mereka butuh kehadiran orang lain di sekitar mereka. Bila Ia ditinggalkan sendiri, maka akan terjadi pernyimpangan pada pribadinya. Namun penyimpangan yang terjadi tidak jarang dijadikan pembenaran dan bukti atas kelaki-lakiannya. Padahal lelaki tidak harus bersikap kasar, brutal dan beringas hanya untuk sekedar dibilang jantan dan macho.

Banyak lelaki yang pada akhirnya kelelahan dan mencoba keluar dari kekangan opini yang mengikat terlalu kencang dan membuat sesak nafas hidup mereka. Mereka protes, berkelahi, bergulat, sengit, untuk melawan derasnya arus pemikiran yang sudah selama berabad - abad mengalir deras dan memaksa mereka untuk mengarungi sungai budaya yang membawa mereka ke muara yang sudah dapat ditebak akhirannya. Pun, tidak semua nilai salah. Tidak semuanya mengintimidasi. Tetapi kurangnya toleransi, tidak adanya pengertian membuat kebanyakan orang menanggapi dengan dengan cara yang salah, bahkan cenderung berlebihan. Akhirnya mereka memilih untuk beralih ke muara yang lain. Sebuah muara alternatif yang selalu dianggap salah. Atau mungkin memang salah. Namun kenyamanan ada disana. Mereka kerasan didalamnya. Dan sekarang mereka membuat arus baru untuk mengajak lainnya ke muara mereka. Salahkan? Salah siapa?

Mungkin ini hanya sebuah prosa yang berisi pembenaran atas suatu nilai yang dianggap devian. Atau pembelaan atas suatu pilihan yang tidak seragam. Walaupun banyak orang berabggapan pilihan tersebut mengerikan, namun bagi mereka pilihan itu adalah nirwana. Taman Firdaus yang dikelilingi telaga berair jernih dan berhawa sejuk. Mereka serasa terbang seperti para malaikat bersayap. Terbang di dalam nirwana dan membuat mereka nyaris berada di dalam surga. Nyaris, karena ternyata di angkasa nirwana banyak panah tajam berujung api dan racun melesat ke arah mereka. Merekalah tergetnya. Lalu mereka melindungi diri dengan melilitkan sayap ke seluruh tubuh. Namun bagaimanapun caranya, mereka tetap terluka. Ada yang gugur, ada yang menyerah, ada yang mencoba untuk bertahan, bahkan melawan. Walau mereka sadar itu akan sia - sia. Karena terlalu banyak jumlah panah buruk sangka yang dilapisi racun kebencian lalu disulut dengan api amarah dan dilepaskan dengan semangat membabi buta.

Katakanlah mereka salah. Atau memang mereka salah. Tetapi apakah caranya harus seperti itu? Bila saja yang datang adalah para Bidadari berparas sejuk, bertatapan teduh dengan tutur yang lembut dan senyum yang menenangkan, maka situasinya pasti akan berbeda. Pasti, karena bidadari berbicara dengan hati, bukan dengan emosi. Para bidadari senang berdiskusi dan senantiasa sabar dalam menanti dan sabar dalam memberi. Menanti mereka untuk kembali, memberi nasihat tanpa membuat sakit hati. Ah ... bila saja jumlah bidadari cukup berlimpah, maka mereka pasti akan menyerah dengan sukarela. Karena bagaimanapun juga hati tidak pernah berdusta. Salah adalah salah, bagaimanapun nikmatnya terasa.

Ini dunia nyata. Pada akhirnya hanya kita yang harus berusaha untuk perubahan. Namun tidak jarang diri mengharap bantuan, bahkan merintih kesakitan. Kesakitan karena tekanan, kesakitan karena direndahkan, kesakitan karena sendirian. Mungkin sudah saatnya kita kembali mendongak ke wajah Tuhan.

Wednesday, July 25, 2007

I Love U but I Can Not Marry U ...

Woooowww .... satu statement yang dalem tapi Absudrd. At least I use to think that it was absurd. How can U love someone but U'r not Marry them? How absurd can that be? Well ma friend, before we get to the bottom of it, do pay attention of these two cases.

Case Number 1
Saya ada teman yang sudah pacaran selama 9 tahun. Rencananya dia akan menikah tahun ini. Beberapa minggu yang lalu saya OL dengan dia. Sebut aja dia MR. A. I thought I was gonna have a good laugh with him. Instead, I got a bad news. Dia gak jadi nikah tahun ini. Dan begitu saya tanya kenapa, well pastinya, mereka putus. Saya pikir sang Cewek lah yang mutusin si Mr. A, ternyata malah sebaliknya. Saya cukup tau temen saya. So it is come to my surprise kalo keadaannya seperti itu. Ketika saya tanya kenapa, jawabannya benar - benar di luar dugaan. Dia bilang sebelum memutuskan untuk menikah, dia jadi rajin sholat dan sholat malam. Ceritanya sih minta petunjuk sekaligus harapan dia bisa jadi suami yang baik, Ayah yang baik. That kinda stuff. Ternyata setelah dia sholat dan sholat malam untuk minta petunjuk, dia ngerasa kalo Sang Cewek yang udah dipacarin selama 9 tahun ini bukanlah orang yang tepat untuk dia jadiin pendamping hidup. Dengan kata lain, pacar dia bukan jodoh dia. but after 9 whole long years. C'mon dong man ... gak masuk logika gue deh. Was ... But now ...

Case Number 2
Sepupu perempuan saya yang sudah menikah menceritakan tentang temannya yang sudah 10 tahun pacaran tapi akhirnya mereka gak nikah. Sebenernya sih dari dia akhirnya saya punya paham tentang sebuah persepsi baru "I Love U but I Can Not Marry U". Tapi itu nanti aja. Anyway, Temen Sepupu perempuan saya, let just call them Mr.B and Mrs.C, udah pacaran selama 10 tahun. Tapi ternyata si Mr.B ini seorang "Player" - another word for PlayBoy. Dia sering banget ngedate sama cewek lain, bahkan - menurut sepupu saya - sampe kissing segala. Or even more? Dunno. Ternyata eh ternyata, Si Mrs.C udah tau kebiasaan buruk si Mr.B and sering nge gap si Mr.B ini berkali - kali dengan cewek lain. Si Mr.B sering minta maaf dan sering dimaafin sama si Mrs.C, tapi emang dasar "Player" dia tetep aja gak kapok.
Saya sempet menyela cerita sepupu perempuan saya dengan bilang "Kenapa gak dia tinggalin aja si cowok, secara cowoknya dah kurang ajar kayak gitu?" Dan sepupu saya menjawab dengan jawaban simpe " Si Ceweknya cinta sama cowoknya?" Dengan polos dan naifnya saya bilang "Iya gitu? Sampe segitunya? Kok kesannya si Cewek bodoh banget yaa? " Lalu sepupu perempuan saya menjawab pertanyaan saya dengan jawaban yang membuat saya malas untuk menanggapinya " Yaa emang gitu. Susah deh dijelasin, Kamu belam pernah pacaran kan? Mangkanya gih sana cari pacar, nanti juga bakalan ngerti." Damn!!
Lanjut dengan Si Mr.B dan si Mrs.C - sampai setelah 10 tahun pacaran dan keluarga masing - masing juga sudah mengenal mereka berdua dengan baik, akhirnya keluarga mulai menanyakan kapan mereka akan menikah. Mrs.C lalu mengutarakan hal tersebut ke Mr.B. Dia bilang bahwa Mrs.C ingin menikah dengan Mr.B asalkan Mr.B mau berhenti dari kebiasaan buruknya. Mr.B pun berjanji ke Mrs. C bahwa dia akan berhenti. Tapi ... Well, U can guess lah, Mr.B ngelanggar lagi janjinya. Dengan sedih akhirnya Mrs.C memutuskan untuk menikahi orang lain. Setelah Mrs.C menikah, Mr.b jadi frustasi n akhirnya mulai bisa berhenti menjadi seorang "Player". Short story, si Mr.B sekarang pun sudah menikah n sudah ada keluarga. Dan ternyata mereka berdua masih lumayan sering ketemu untuk sekedar makan bareng atau apapun. Lalu sepupu perempuan sayan bilang bahwa si Mrs.C masih dan akan tetap cinta kepada Si Mr.B, walaupun dia menikahi lelaki lain yang saat ini menjadi suaminya.

Owkay ... panjang yaa ceritanya. Pada saat itu saya jadi berdebat dengan sepupu perempuan saya. Saya masih dengan persepsi saya, yaitu " Kalo orang pacaran dah lama dan memang cinta, trus kenapa mereka gak nikah?" Dan sepupu perempuan saya - yang memang sudah menikah dan memiliki satu anak perempuan yang lucu - bilang " Kita bisa aja pacara sama Drug user. Kita bisa aja pacaran sama orang yang kasar. Kita bahkan bisa aja pacaran sama pembunuh. Tapi kalo persepsinya nikah, membangun keluarga, visinyda udah beda. Mungkin banget kita masih cinta sama mantan pacar yang gak dinikahin, tapi kita gak bisa ngejadiin dia suami ato istri karena ada kekhawatiran gak akan bisa tercipta keluarga yang harmonis. Nikah itu kan gak cuma nyatuin dua orang aja, tapi juga dua keluarga."

Wow .... suatu jawaban yang sepertinya saya cari - cari selama ini. Dan akhirnya saya bisa menerima fakta bahwa Cinta tak Harus memiliki. Walaupun mungkin akan sangat sakit. Dalam kasus saya, mungkin itu juga sebabnya kenapa saya sangat sulit mendapatkan pacar. Karena persepsi saya adalah mencari calon istri. Sehingga dia harus memenuhi standar tertentu yang kalo ditelaah lagi, sangat banyak dan sangat tinggi. Wajar, calon istri. Tapi mungkin akan berbeda kalo saya pake persepsi Cari Pacar.

He..he.. Jadi Curhat colongan nih. Sebenarnya tujuan saya posting topik ini adalah untuk membantu orang - orang yang mungkin pernah atau masih mengalami kebingungan seperti saya dulu. Mungkin aja artikel ini bisa sedikit membantu. Emang bener, jodoh gak akan kemana. Jodoh emang di tangan Tuhan. Tapi kalo mereka emang jodoh, kenapa harus ada perceraian? Duuuh ... ribet lagi ngejawabnya. Yang ini saya masih gak tau harus gimana menjawabnya. Kalo ada yang bisa bantu sih monggo ...

Yaa udahlah ... Buat para high quality jomblo, Be patient Ma fellow, the Jodoh is out there. Apa siiiih !!!

Monday, July 2, 2007

Nurani .. Kamu Dimana?

Saat itu hampir jam 12 siang. Matahari sepertinya sedang in the good mood. Buktinya hari itu lumayan terik. Cukup menyengat bahkan. Kalau aja Tuhan gak berbaik hati dengan menyediakan awan sebagai payung bagi hamba - hambanya, yang memang berkali - kali membasuh dahi mereka dari peluh yang seakan tidak berhenti keluar, bukan gak mungkin saya akan melihat beberapa orang tergeletak di sisi jalan, baik untuk berteduh dari panas atau memang pingsan karena tidak kuat menahan panas. Tapi jujur saya lupa apakah saat itu saya bersyukur atas lindungan awan itu. Emang dasar manusia, kalo udah dapet apa yang dimau aja, langsung lupa sama yang meluluskan permintaan. Tipikal banget.

Saya sedang menunggu kereta, ingin menuju ke Kampus. Lagi - lagi telat. Gak ngarepin on time juga. Sudah sangat terbiasa dengan ketidaktepatan waktu jadwal kereta. Gak inget kapan terakhir kali saya naik kereta dan kereta itu datang tepat waktu. Gak bisa complain juga lah, gak ngaruh soalnya. Tapi untung aja waktu itu kereta datang lumayan cepat. Kosong pula. Senangnya. Saya langsung mencari tempat duduk dekat jendela. Gak lain gak bukan cuma untuk mendapat angin sepoi dari luar jendela. Tapi lewat beberapa stasiun, kereta langsung menjadi sesak. Gak terlalu sesak sih, tapi yang pasti sudah banyak yang berdiri. Belum rela untuk ngasih tempat duduk ini ke orang - orang yang berdiri, belum ada yang pantes. Kebanyakan yang berdiri adalah anak - anak muda, walaupun ada perempuannya. So what? Perempuan itu masih muda. Masih kuat kok untuk berdiri sampe Bogor trus balik lagi ke Jakarta trus ke bogor lagi sampe sepuluh kali Bolak - Balik he..he..he...

Gak lama naik seorang Ibu - Ibu. Lumayan lah usianya. Hampir seusia Ibu saya, mungkin mudaan dikit. Saya langsung berkata dalan hati : "Aha ... We got the Winner". So, in the next 10 second, she got her self a seat. Btw, disamping saya juga duduk beberapa orang. Saya gak kenal mereka, cuma kita sebut aja si Bodoh berkepala Botak dan Si Tolol berbaju biru. Kenapa harus diberi julukan kasar ... U'll see. And U may gonna thank Me for that. Kereta bergerak lagi dan kali ini berhenti di Stasiun Tebet. Naiklah beberapa orang Ibu. Ada satu orang Ibu muda yang menggendong seorang bayi dan menggandeng seorang anak perempuan berusia 5-6 tahunan. Seorang Ibu Tua yang usianya hampir menyamai Almarhumah Nenek saya dan seorang lagi yang usianya sama seperti Nenek saya. Aneh tapi nyata, gak ada yang bergerak untuk memberikan tempat duduk bagi para Ibu itu. Kalo aja Ibu yang seusia Nenek saya itu kakinya tidak sakit, mungkin gak akan ada yang merelakan tempat duduknya bagi si Ibu. Itu pun setelah Ibu itu agak memaksa untuk duduk dan nyempil. Wajarlah, Orang si Ibu kakinya sakit, mana kuat dia berdiri. Tapi ternyata nasib si Ibu muda dan si Ibu yang hampir seusia Nenek saya tidak terlalu beruntung. Mereka tetap berdiri bahkan hingga saya turun. Dan kedua orang tadi, Si Bodoh berkepala Botak dan Si Tolol berbaju biru, tetap santai dan seakan gak perduli dengan kedua orang Ibu tersebut. BT, sumpah!! Mereka pastinya gak buta, cuma kenapa mereka gak mau ngerelain bangku mereka buat orang - orang yang membutuhkan? Apa konsep otak mereka di design sangat minimalis dan hemat ruang, sampe gak ada ruang untuk sekedar berpikir jernih dan lebih mendalam. Itu gak mungkin, secara Tuhan Maha Adil. Atau memang kebetulan aja mereka berdua adalah anggota dari perkumpulan The Idiotic People Walking on Earth? Gak ngerti, gak bisa jawab. Lagipula mereka hanya sebagian dari beberapa teman mereka yang lain. Sebut aja Si Bodoh Berkelakuan Minus, si Blo'on yang Sok Asik, Si Centil berotak Udang, Si Tampan berhati Belis, Si Tablo pengedar Gele', Si Gaul bermental Tempe dan lain - lain. Gilaa yaaa ... apa segitu banyaknya orang - orang yang makin tidak perduli sama orang lain? Kalo gitu makin berkibar dan makin tenar aja dong Perkumpulan The Idiotic People Walking On Earth, Secara membernya makin banyak pula. Sintiiing.

Tiba - tiba teringat dengan Nurani. Wah, udah lama banget saya gak menyapa Nurani, jadi malu sama diri sendiri. Setelah semua urusan di kampus selesai, saya mencoba mencari waktu dan tempat yang tepat untuk berkontemplasi; merenung. Karena bagi saya merenung adalah gerbang sekaligus jalan setapak menuju tempat Nurani berada. Saya tiba di sana, tempat Nurani bersemayam. Sepi, kosong, pengap, bahkan cukup berdebu, seperti sudah lama tidak ditempati. Saya berpikir, kemana perginya Nurani? Bila memang sudah pergi sejak lama, kenapa Nurani tidak pernah memberitahukan saya? Saya mencari ke sekeliling tempat nurani bersemayam. Nihil, gak ada hasil. Nurani gak ada disitu. Nurani pergi. Tapi kemana? Saya mencoba mencari tau dan bertanya - tanya kepada akal, kepada pikiran logis, kepada intuisi, bahkan saya bertanya kepada Nafsu. Kesemuanya mengatakan Nurani memang telah pergi. Kata mereka, terakhir kali Nurani pergi Nurani terlihat sangat payah, sangat sakit, seperti sedang sekarat. Nurani berpesan bila ada yang mencarinya, tolong katakan bahwa Nurani sedang ingin beristirahat dan mencari ketenangan. Wah, ternyata Nurani pun perlu ketenangan. Lalu Nurani juga berkata bahwa Ia sudah tidak kuat lagi untuk tinggal di tempat ini. Gak seindah dulu katanya, terlalu banyak gangguan, terlalu banyak tekanan, tidak sehat hingga Ia akhirnya jatuh sakit dan tidak berdaya. Namun tidak ada satupun yang tau kemana Nurani pergi. Saya sedih, bingung. Kemana saya harus mencari Nurani. Akhirnya saya berpikir untuk meninggalkan pesan untuk Nurani bila Ia kembali. Hanya sepucuk surat sih, tapi mudah - mudahan saja dibaca oleh Nurani dan Nurani tidak akan pergi lagi.


Surat Cinta Untuk Nurani

Nurani ... Kamu dimana? Aku datang namun kamu pergi
Nurani ... Aku sadar bahwa berkali - kali aku membuat kamu terluka, namun aku tidak pernah perduli
Berkali - kali aku berbohong sama kamu, namun gak sekalipun aku sadar dan berusaha untuk jujur
Berkali - kali juga kamu menasihati aku dengan bahasamu yang ramah dan sopan, namun aku selalu membalas dengan hardikan, cacian dan makian
Aku bilang kamu norak, kampungan, udik, gak modern, tapi kamu selalu sabar dan tersenyum
Nurani ... kamu selalu ada untuk aku, namun aku selalu tidak memperdulikan Mu
Tapi kamu selalu setia dan berharap dan menunggu aku
Aku selalu berpikir bahwa aku gak akan pernah butuh kamu
Egois, sok jago, sok macho, sok kuat, sok tegar
Padahal cengengnya bukan main

Sekarang ... aku butuh kamu Nurani. AKu ingin mencoba untuk perduli, mencoba untuk jujur, mencoba untuk mendengarkan, mencoba untuk kembali karena memang aku butuh
Bahkan, saat ini aku ingin menangis di pangkuanmu Nurani ... Aku ingin mengadu atas segala kegelisahan yang sudah lama ada dalam dada, menggantung berat di kepala
Aku butuh kamu Nurani. Tapi sekarang kamu dimana. Aku sudah mencari kamu, tapi tetap tidak ketemu
Aku bahkan berteriak ... memanggil - manggil namamu, tapi tetap tidak ada tanggapan
Tolong kembali Nurani, aku butuh kamu, banyak yang butuh kamu
Tolong kembali Nurani , tidak hanya untuk sekarang, tapi untuk selamanya


Saya baca kembali surat itu. Gombal, norak, murahan. Bodo amat, itu memang ekspresi Saya. Saya memang benar - benar butuh dengan Nurani, dan sangat sedih begitu tau bahwa Nurani sudah pergi. Terpaksa saya kembali dengan tangan hampa. Dengan hati gundah. Saya tinggalkan surat cinta saya untuk Nurani di tempat Ia sebelumnya berada.
Saya tersadar dari perenungan saya ... ada yang basah. Saya melihat ke atas. Atap gak bocor, di luar pun tidak hujan. Ternyata air tersebut datang dari mata saya. Sejenak, rasa hangat hinggap di dalam dada. Wah ... ada sedikit rasa lega, plong. Membuat saya tersenyum. Tiba - tiba saya tersadar, apakah nurani telah kembali? Apakah Ia membaca pesan saya? Saya ingin memastikan dan ingin kembali. Tapi saya berpikir, bilapun Nurani telah kembali, mungkin Nurani masih belum ingin bertemu saya. Tapi pastinya Nurani tidak akan melupakan saya. Dia pasti perduli dengan saya.

Sudah sore, dan gak terburu - buru pulang. Namun langkah kaki ini terasa begitu cepat melangkah. Terasa ringan, enteng. Saya hanya tersenyum. Gak tau kenapa, tapi sepertinya ini pertanda bahwa nurani - paling tidak - sempat singgah sebentar. Senangnya. Nurani ... jangan pergi lagi yaa.

Thursday, June 28, 2007

Merambah Sepi ...

Kadang, atau buat saya mungkin cukup sering, merambah sepi bisa jadi obat penawar sekaligus penenang atas segala kemelut dan masalah yang sedang mengelilingi dan gak memberikan sedikitpun celah pada cahaya harapan yang bisa membuat perasaan menjadi lebih baik. Mungkin benar pendapat teman saya yang mengatakan bahwa saya adalah seorang sadomasochist (orang yang menikmati rasa sakit). Kadang, rasa sakit bisa membuat saya merasa lebih baik. Paling tidak rasa sakit itu selalu membuat saya teringat untuk tidak membuat orang lain merasakan hal yang sama. Karena walaupun sering merasakan rasa sakit, bukan berarti menikmati dan menjadi lebih kebal. Hanya saja, saya lebih cepat pulih. Tapi tetap saja, rasa sakit itu gak pernah berubah, Sakit tetap sakit. Absolut sifatnya. Tapi buat saya paling sulit ketika harus menahan rasa sakit. Itu sebabnya saya berprinsip "It is better to be alone and lonely rather than lonely but You're not alone". Sekali lagi, sepi bisa jadi tempat pelarian dari masalah. Sekedar tempat berteduh, tempat singgah sementara. Walaupun waktu sifatnya relatif. Sebentar menurut saya belum tentu sebentar menurut orang lain.

Sepi bisa jadi Sanctuary. Tempat untuk menenangkan diri dan berkontemplasi. Merenung dan untuk dapat berpikir jernih; atau sekedar untuk menumpahkan rasa sedih. Kadang rasa hangat singgah ketika kita berada dalam sepi dan sedang sendiri. Kadang kita bisa lebih bahagia ketika berada dalam sepi dan sedang sendiri. Terlalu melankolis mungkin ... tapi mungkin juga nggak.

Bukan berarti saya menghindari keramaian. Buat yang sudah kenal dengan saya mereka pasti lebih dari sepakat bahwa saya lumayan berisik. Bahkan melewati ambang batas berisik yang normal dan diperbolehkan. Lumayan hyperackitve dan rame. Tapi kenapa yaa sepi sering sekali menjadi alternatif bagi saya untuk "melarikan diri"? Is it just me or it is also happen to everyone? Jawaban dari pertanyaan itu gak penting sih, karena saya tetap menganggap bahwa ingin berada dalam sepi adalah hal yang wajar dan perbuatan yang masih bisa dibilang waras. Tapi itu menurut saya. Apa hipotesa ini memang berlaku untuk umum atau hipotesa saya hanyalah sekedar opini subjektif yang berusaha untuk membenarkan tindakan yang belum tentu benar. Egois? Manusia kan memang ada sifat egois. Selama gak merugikan gak papa dong.

Seperti sekarang, saya ingin sekali berada dalam sepi. Lagi - lagi meranbah sepi. Sekedar untuk menghibur diri yang sedih. Tetapi saya gak ingin benar - benar sendiri di dalam sepi. Saya ingin ada seseorang yang menemani saya. Dia gak harus ada di dalam sepi; dan dia gak harus tau bila saya sedang berasa di dalam sepi. Hanya saja mencoba untuk mencari teman. Mencoba untuk mencari celah dalam rundungan masalah, siapa tau ada secercah sinar harapan yang bisa membuat saya merasa lebih baik. Pastinya saya baru saja mematahkan hipotesa saya sendiri : "It is better to be alone and lonely rather than lonely but You're not alone". Perasaan manusia sangat amat ajaib, tidak bisa diprediksi. Terlalu kompleks. Persis seperti mencoba untuk mengurai benang kusut. Sulit mencari pangkal dan ujungnya.

Terlalu berlebihan yaa ...? Maaf, hanya mencoba untuk meberikan pendapat. Sepi memang bisa menakutkan, tapi juga bisa menenangkan. Aneh yaa ... ciptaan Tuhan memang penuh dengan keajaiban. Sepi salah satunya. Dan saat ini saya mencoba untuk menikmati Sepi tanpa ingin mencoba untuk mengerti Sepi. Belum ... entah kapan. Something are better left to be unknown.

Monday, June 25, 2007

Transformasi Kehidupan

Kadang saya merasa kalo semua judul dari Postingan saya Basi banget. Tapi hanya mencoba untuk merujuk pada fakta yang sedang terjadi. Kayak yang satu ini, tercetus ide untuk menulis tentang Transformasi Kehidupan setelah nonton Film Catatan Akhir Sekolah (CAS) di SCTV kemarin malam sekitar jam 10an. Nonton Film itu seperti melihat beberapa adegan hidup di masa SMA yang memang persis seperti yang difilmkan di CAS. Tapi gak hanya itu aja, bahwa ada keterlibatan seorang teman di dalam Film tersebut yang menjadi 2nd Assistant Director juga membawa saya untuk menengok lembaran lain kehidupan saya yang belum terlalu lampau. Tapi tetap saja semuanya berdomisili di masa lalu. Bernaung di tempat yang disebut kenangan yang - Alhamdulilah - masih terlihat sangat indah.

Ada beberapa Scene (Adegan) di CAS yang sebenarnya gak terlalu banyak, cuma bener - bener "Nendang". Paling gak buat saya, bikin saya senyum - senyum sendiri dan bahkan bisa bikin nangis. Soalnya adegan itu seperti tamparan yang keras namun gak menyakitkan. Teguran yang tegas cuma gak merendahkan. Membuka - atau lebih tepatnya dipaksa untuk membuka - kenangan lama ternyata bisa jadi rekreasi yang menyenangkan. Walaupun pada akhirnya lagi - lagi harus memutar otak dan berujung dengan kontemplasi atas kehidupan yang sedang dijalani. Gak papa lah, kayaknya memang sedang perlu. Adegan dan line (dialog) yang sangat simple namun "Nampol" itu benar - benar membuat saya berpikir bahwa sudah sangat berubahnya saya. Sayangnya - menurut banyak orang - perubahan saya terlalu drastis, dan itu dalam definisi yang cukup negatif yaa. BT juga sih, walaupun memang betul. Saya selalu berkelit bahwa ini hanyalah sekedar pencarian identitas. Gak papa dong dan sah - sah aja deh .... menurut saya. Walaupun saya berpikir harus ada akhir dalam pencarian ini. Mungkin salahnya saya adalah tidak meberikan tenggat waktu alias deadline atas pencarian identitas, falsafah hidup atau apalah. Karena usia manusia kan memang punya ujung, ada akhirnya. Tetangga deket Rumah Nenek yang baru aja meninggal beberapa hari yang lalu seharusnya cukup membuat saya tersadar dari semua ini. Iya gitu, secara Meninggalnya Nenek dan Kakek saya yang tercinta aja gak sanggup membuat saya berhenti untuk terus mencari tau. Sampai detik ini pun sayan masih belum bisa memastikan kapan Deadline yang tepat untuk itu semua. Tapi lucunya, saya muali ambil ancang - ancang untuk paling tidak memperjelas goal dan arah kehidupan saya. Itu semua cuma gara - gara nonton Film Catatan Akhir Sekolah. Kita emang gak pernah tau deh hikmah dan pencerahan itu datengnya dari mana. Siapa yang pernah sangka kalo saya bisa dapet dari Film.

Agak menjemukan nih ... lagi - lagi berada dalam masalah yang sama. Tapi mudah - mudahan sekarang saya bisa melewati ujiannya dan naik ke Level selanjutnya. Gak lucu juga gak naik kelas kelamaan, kayak yang paling blo'on aja di dunia. Yang penting usahanya dikuatin aja, niatnya dilurusin dan determine to achieve a better life.

Monday, June 11, 2007

Sinking ... Do I ??!!!

Hidup memang gak selamanya indah. Itu sering saya dengar, actually been there. Bisa dibilang many times, walaupun lagi - lagi setiap orang punya pandangan yang subjektif tentang indah dan tidak indahnya hidup. Sehingga setiap orang bisa bilang kalo saya terlalu berlebihan. Gak papa deh. Yang pasti setiap orang punya kesepakatan bahwa pengalaman pahit dalam hidup gak seharusnya dirasakan terlalu lama dan gak seharusnya terulang. Baik terhadap kita atau oleh kita.

Cukup sering sepertinya kita menjadi orang yang selalu menasihati orang lain dikala mereka sedang dalam kesulitan. Dan kita selalu jadi bijak mendadak, walaupun tanpa jenggot panjang, uban,jubah dan sorban, menasihati si pemilik masalah untuk tetap tegar, sabar, tenang, akan ada jalan keluar, berserah diri sama Tuhan dan nasihat - nasihat lain yang terdengar klise bahkan basi dan gombal. Walaupun memang benar itulah hal yang cukup efektif untuk membuat kita bertahan, bahkan mendapat pencerahan, sewaktu kita menerima cobaan.

Tapi, begitu kita yang tertimpa masalah, kita langsung merasa seperti orang yang paling susah, paling kesulitan, selalu minta dikasihani, selalu mencoba mencuri perhatian dengan tatapan iba dan ratapan pilu. Seperti di Film - Film India atau Film - Film Indonesia tahun '80-an sampe ke adegan Sinetron Hidayah dan sebangsanya. Padahal, kalo dipikir - pikir masalah kita gak seberat masalah mereka. Dan bila ingin membandingkan dengan kenyataan, masih banyak yang lebih sulit daripada kita. Terus kenapa kita selalu aja merasa jadi orang yang paling kesulitan di dunia?

Standar manusia mungkin, yang memang selalu berkeluh kesah. Termasuk saya. Tipe orang yang selalu aja bisa menemukan kata - kata dan kalimat yang tepat serta terkesan bijak untuk setiap orang. Diramu dengan intonasi dan penekanan yang pas, jadilah sebuah prosa ajaib yang bisa menyaingi pujangga kenamaan dengan makna yang tinggi namun sangat mudah dimengerti dan meresap di hati. Halah .... tetep aja kalo lagi ada masalah keok juga, ngeluh juga, BT juga, nangis juga (cengeng gak sih?). Tapi itu masih normal kan ... at least menurut saya. Pembenaran ... mungkin. Biarin aja juga, secara ini pendapat gue, ini blog gue he...he...he... There's always B that part of Devilly Selfish in every one of us.

Pada akhirnya what matter is to be able to survive and be a winner against the life difficulties. Gak bakal satu dua kali kok kita kena masalah. Dan yang nyebelin, Pola masalah itu semakin lama kadarnya akan semakin besar, semakin complex dan juga semakin berat. BT? Well, that's live. Wouldn't it be too late if I say "Welcome to Live?" But I believe everybody must have been notice that.

I want to say a very good Luck and wishes the best for U that still striving hard to find the door of solutions. Hang On there Guys .... U ... We will make it.

Tuesday, May 15, 2007

Mimpi ... Far Away but Close or Close but Far Away or Far and Away or Close Away but Far. Halah .... eMbuh ah!!!

Ingin deh mencapai mimpi tanpa harus keluar dari arena realita. Juga sebisa mungkin tidak masuk dalam kelompok orang - orang frustasi, yang mencoba meraih mimpi tanpa beranjak dari posisi nyaman mereka. Padahal mimpi yang memang indah harus ditempuh dengan banyak halangan, sarat cobaan dan jarak tempuh yang lumayan panjang. Pastinya tindakan pertama seorang manusiayang ingin meraih mimpinya adalah bangun dari posisi nyaman mereka dan mulai berjalan menuju mimpi. Itupun masih jauh dari kemungkinan terwujudnya mmpi. Karena mimpi belum bisa teraih hanya dengan kesadaran dan keinginan untuk meraih mimpi lalu berangkat dari Zona Nyaman.

Mimpi. terintimidasi oleh mimpi bisa membuat orang gila, literally. Walaupun hingga detik ini saya percaya bahwa mimpi adalah stimulan, pemicu semangat setiap manusia untuk menggapai cita - cita mereka. Terkesan sok mulia yaa ... tapi sebenarnya hanya mencoba untuk bersikap objektif sekaligus mencoba melihat issue ini dari sudut pandang yang berbeda. Biar lebih beragam, lebih variatif. Siapa tau aja bisa lebih "kaya makna", berbobot dan ada sedikit kualitas, namun tetap ceria dan juga berwarna tanpa harus meninggalkan ciri agar tidak kehilangan identitas.

Mimpi bukan abstrak dan tidak fiktif. Mimpi itu seperti pelangi, warna - warni. Bukan seperti susu yang hanya mempunyai 1 warna absolut : putih. Kenapa susu? Lagi kepikirannya itu, dan emang sih mendingan gak usah diperpanjang. Gak penting. Area mimpi itu sangat luas. Kita yang harus mempersempit area tersebut. Karena manusia itu banyak lemahnya, gak mungkin semua mimpi bisa dia wujudkan. Gak mencoba bersikap skeptis yaa atau bahkan mematikan harapan. Sama sekali enggak, hanya - lagi lagi - mencoba bersikap realistis. Tapi menurut saya, kita semua terkadang harus sedikit "mabuk" dan juga "fly" dengan heroin alami yang halal yang telah disediakan oleh Tuhan dan ada dalam kehidupan yang disebut KHAYALAN; tapi nama tenarnya sekarang bukan lagi Khayalan, tetapi IMAJINASI. Whatever lah ... emang dasar kita semua sudah teracuni sama budaya Western sono, sampe kosakata aja lebih milih pake bahasa Barat. Topik lain yang mungkin penting cuma gak relevan. Imajinasi - menurut saya - adalah fasilitas pendukung mimpi yang bisa dibuat dalam keadaan sadar. Cuma tetep aja, yang namanya Heroin atau candu gak bagus kalo dikonsumsi kebanyakan (Sebenernya semua yang berlebihan emang gak bagus sih). Banyak ngayal nanti bisa gila, Literally. Tapi bila kita gunakan dengan takaran dan dosis yang tepat, malah bisa membantu kita meningkatkan kinerja dalam meraih mimpi.

Gilaa yaa ... kesannya kayak yang banyak tau aja. Tapi sebenarnya saya cuma ingin mencoba berbagi aja sama siapa pun yang membaca blog saya. Gak terlalu naif kok, cuma ingin bilang bahwa jangan sampe kita kehilangan mimpi kita. Karena mimpi adalah proyeksi dari harapan. Hilangkan mimpi, maka sama saja mematikan harapan. Sedangkan salah satu faktor pendorong hidup dan pemberi nilai serta warna pada manusia adalah harapan. Kalo Bon Jovi bilang sih Keep the Faith. Trus kalo kata Desree Dream can come true ... U know U gotta Have On, U know U gotta B Strong. Apapun kata orang, biasanya sih mereka punya satu kesepakatan tentang Mimpi dan Harapan tanpa sebelumnya pake janjian. Bahwa meraih mimpi emang gak mudah, cuma kalo YAKIN KITA BISA, SABAR, OPTIMIS dan TERUS BERUSAHA, InsyaALLAH bisa teraih. Masalahnya melakukan hal itu semua bukan perkara mudah. Tapi bukan hal yang gak mungkin juga. Sekarang gini aja Logikanya, kalo ketemu Tuhan, Masuk Surga ato (mudah - mudahan gak ngalamin) ngeliat Neraka aja bisa kejadian, apalagi cuma meraih mimpi yang jelas - jelas sifatnya gak gaib. Kecuali kalo memang Mimpinya terlalu berlebihan yaa. Dan gak perlu contoh lah.

Pokoknya buat para pejuang mimpi, Hey Guyz ... Let's marching along towards Our Dream. Tuh ... udah keliatan Kok. Ketemu di sana yaa ...

Monday, May 14, 2007

Galau ... ah, terlalu mellow. Tapi Gue gak cengeng kok!!

Kadang stereotype can be such a pain in the neck, head, eyes, ears, anywhere U name it. Gambaran bahwa lelaki itu adalah sosok yang kuat, tegar, gagah juga anti air mata. Bahkan bisa - dan terkadang memang - ditambahkan kosakata lain seperti gahar, garang, galak, brutal, bengis, ganas, dzolim dan kata - kata lain yang kurang lebih memiliki makna sama dengan kata - kata sebelumnya. Helllooooo .... kita nih ngomongin sesosok mahluk Tuhan yang disebut Lelaki atau ngomongin mahluk Tuhan yang lain yang namanya Iblis? Binatang yang paling buas sekalipun gak gini - gini amat. Mungkin memang saya terlalu berlebihan kali yaa ... tapi penggambaran Lelaki yang terlalu konseptual - itu bahasa saya - cuma membuat para perempuan senantiasa menjadi perawan tua. Membuat tiap orang tua tetap mendamba dan mendamba untuk bisa menimang cucu dan dipanggil Kakek, Nenek, Papih (itu panggilan saya kepada Almarhum Kakek), Ibu (Itu juga panggilan saya kepada Almaruhumah Nenek), Oma, Opa dan panggilan - panggilan lainnya yang melegitimasi posisi mereka bahwa kedua orang tua kita telah sah menjadi Kakek dan Nenek atas anak - anak dari anak - anak mereka.

Ribet yaaa .... gak juga sih. Intinya saya cuma mau bilang kalo pandangan serta persepsi yang terlalu konseptual tentang seorang Lelaki yang tangguh hanya akan membawa para perempuan ke dalam penantian tiada ujung. Gimana pun juga, Lelaki itu mahluk Tuhan yang tetap punya kelemahan. Gak mungkin Lelaki gak bisa nangis - atau mungkin gak boleh nangis. Mereka juga punya kok kelenjar air mata. Dan saya yakin banget Tuhan menciptakan apapun tidak sia - sia. Jadi kalo Lelaki nangis wajar aja. Orang Umar bin Khatab - salah satu sahabat Rasulullah SAW yang gaharnya terkenal seantero Arab - teteeep nangis waktu beliau "curhat" ke Istrinya atau waktu sholat.

Kenapa jadi ngomongin sampe ke Umar bin Khattab yaa? Pengalaman agama saya masih cetek kok, so I better left that part behind before I make mistakes and humiliating my self. Anyway, hari ini lagi galau aja sama hidup. Kadang yang namanya meraih mimpi itu emang gak gampang yaa. Norak sih statementnya, tapi yaa emang bener. Apalagi kalo status dan nasib kita sebagai Lelaki, kadang suka dianggap payah aja gitu kalo sampe gak bisa memenangkan pertarungan hidup. Kalo sampe situ aja sih saya masih lumayan sepakat. Tapi tuntutan untuk bisa memenangkan pertarungan dalam waktu singkat ... kadang terlalu naif aja. Bahkan bisa dibilang egois. Kan bukan salah kita kalo kita sudah berusaha optimal tapi tetep aja belum sampe ke pintu solusi. Kadang kalo udah sampe pun harus tunggu sampe terbuka. Tapi gak sedang menyalahkan takdir kok, apalagi Tuhan. Segala macam cobaan atau tuntutan atau apalah pasti ada hikmahnya. Sabar aja ... kata - kata pamungkas yang dipake sama orang seantero jagad waktu mereka udah buntu dan kehabisan wejangan. Satu hal sih yang menjadi catatan saya, semakin cepat kata sabar itu keluar, maka semakin kurang bijak dan kurang banyak kapasitas keilmuan orang tersebut. Apalagi kalo kata - kata sabar itu tidak disandingkan dengan petuah ataupun support. Halah ... suka sok tau deh Gue.

Udah malem ... catatan gak penting sepertinya. Tapi lumayan bikin hati agak Plong. Pada akhirnya saya cuma butuh "penyaluran" untuk keGalaUan dalam hati saya. Memang pengaruh suasana malam sangat kuat dan kondusif untuk membuat orang menjadi melankolis. Sebuah bentuk keadilan dan keimbangan dari Tuhan atas ciptaannya yang lain; Siang yang cenderung kompetitif dan agresif. Bukan berarti kalo malam gak bisa Agresif yaa he..he..he..

Tha's it. Enough is enough. Keterusan gak baik. Gak ngerti juga masalahnya (he.. he... he... I'm playing innocent). Apa ada makna dari Postingan ini? Saya gak tau, biar anda saja yang menilai. Sekedar ungkapan atas reaksi hati yang - tadinya - galau tapi tetep pengen exist. Dasar Banci Tampil!!

Monday, May 7, 2007

Selamat Datang di Pemaknaan ...

Gak ingin membuat topik yang terlalu berat di awal penulisan Blog ini. Jujur, judul Pemaknaan ini muncul dari kebuntuan pemikiran sekaligus juga menggambarkan bahwa kapasitas intelegensi saya masih lumayan sempit. Karena saya mencoba untuk mencari sebuah nama yang terkesan cerdas, cuma simple. Somehow, kata pemaknaan itu yang muncul di kepala, setelah beberapa nama lain yang gak usah ditanya apa karena saya sendiri pun sudah tidak ingat lagi. Mungkin memang sudah jodoh kali yaa ...

Lucu juga sih, Pemaknaan. Sebuah kalimat yang sangat kental dengan nilai - nilai subjektif dan perspektif yang sangat individual, bahkan egois. Cuma, semua itu berangkat dari nilai - nilai pengalaman yang mereka dapat di masa lalu. Lalu mereka membuat suatu kesimpulan dan memberi arti tersendiri pada nilai - nilai tersebut. Akhirnya terbentuklah suatu pemaknaan. Cieeee ... mencoba untuk sedikit berfilosofi dan membuat hipotesa. Lagi - lagi biar dibilang pinter. Padahal sih banyak gak ngertinya.

Jujur, saya gak tau apa yang akan saya tulis disini. Apakah sekedar curhat dari kehidupan pribadi - yang pastinya akan sangat amat sarat dengan emosi yang berlebihan dan lagi - lagi cukup egois, subjektif dan individualists. But than again, this is my blog he..he..he...

Atau mungkin juga saya akan mencoba untuk memberi sumbangsih pemikiran saya yang mudah - mudahan aja or paling nggak nih kalo saya beruntung, bisa dijadikan solusi atas sebuah atau beberapa permasalahan yang ada. Yaaa, paling nggak bisa dijadikan salah satu alternatif lah. Walaupun mungkin setelah dibaca ulang, ternyata banyak ngaconya daripada benernya. Well, paling nggak kan bisa dijadikan inspirasi atau at least pemicu untuk sebuah solusi.

Kesannya gak PD banget yaa. Nggak kok, sebenernya saya sedang menggunakan metode "Merendahkan Diri Menaikkan Mutu". Biar terkesan humble, down to earth atau sangat nerimo. Salah satu prinsip dari budaya Jawa yang tidak terlalu membuat saya nyaman. Padahal saya sendiri masih keturunan Jawa. Cuma keturunan aja sih, secara saya lahir dan besar di Jakarta. Maaf bila saya tidak terlalu manut semua pada nilai - nila yang datang dari leluhur saya. Saya hanya mencoba kritis dan realistis. Pun, gak semua dan gak semua dari nilai - nilai itu bersifat universal dan kekal. Saya hanya mencoba bersikap kritis dan objektif tanpa juga menghilangkan tata krama dan kesopanan. Satu nilai yang masih saya sangat amat junjung tinggi.

Waduh, jadi ngalor ngidul nih ngomongnya. Tapi kalo kata orang bijak bilang sih, kita bisa mengenali seseorang lewat lisan ataupun tulisannya. Karena saya gak mungkin bercakap -cakap secara oral dengan teman - teman semua (gak papa kan diaku - aku jadi temen, walopun kenal juga belum. Maap nih sebelumnya, tapi SKSD itu salah satu bad habit saya yang ternyata cukup efektif dalam menambah teman. Namanya juga usaha he..he..), jadilah tulisan aja sebagai parameter dan referensi untuk mengenal saya lebih jauh.

Memang siapa sih saya? Secara ini dunia Maya yaaa ... kalo saya ngibul juga gak ketauan kan. Saya cuma seseorang yang mencoba untuk exist, tampil dan berekspresi dimanapun saya bisa. mungkin aja yang sedang "berbicara" ini alter - ego saya (Kayak di Serial Heroes aja ada Alter - Ego), pun tetap "dia" adalah bagian dari diri saya. Jadi mengenali dia berarti mengenali saya. GR bener yaa gue ... berasa tenar banget he..he..he...

So, once again, welcome to my Blog. Berikanlah makna anda pada terhadap saya, terhadap tulisan saya atau terhadap apapun. Karena saya percaya dengan berbagi pemaknaan bisa membuat wacana berpikir kita menjadi lebih luas, menjadi lebih bijaksana, menjadi lebih realistis. Paling tidak, itu pemaknaan saya. Mudah - mudahan ada Makna yang bisa anda dapat dari sebuah "Pemaknaan" ...