Tuesday, August 18, 2009

(Tak) Bisa ke Lain Hati...

Kompleksitas perasaan. Ini adalah Isu basi yang sebenarnya sering hinggap di hati tiap orang yang sudah berkomitmen dengan seorang pasangan; Baik Komitmen yang legal, ataupun belum. Perasaan menjadi kompleks ketika komitmen telah diikrarkan, tetapi serasa cukup sah untuk dilanggar dengan dalih gak bisa membohongi perasaan; Karena perasaan ternyata berbicara lain ketika ada insan lain yang tiba tiba hadir dan memberikan rasa yang lebih hebat dibanding dengan orang yang saat ini hati dan perasaannya tertaut dengan kita. Biasanya sih kata kata yang terus muncul di saat seperti ini “Sial… kenapa sih dia baru dateng sekarang? Coba dari dulu dulu, pasti Gw gak bakalan selingkuh!!” …. Yakin Lo?

Ketidaksempurnaan dalam menyayangi seseorang kerap ada di tiap manusia. Apalagi ketika kita masih belum yakin apakah pasangan kita memang calon jodoh masa depan yang memang hanya dengan dia kita akan menghabiskan sisa usia kita. Dalih lain yang biasanya muncul adalah “ Gw kan Cuma mencari yang terbaik. Yang bisa bikin hati dan perasaan tenang. Kalo pasangan kita memang bukan yang terbaik, yaa wajar kan kalo Gw berpaling ke orang lain?” Masalahnya, yang sering berbicara itu nafsu, bukan hati. Dan Gw yakin seyakin yakinnya kalo kita bisa ngebedain omongan nafsu sama omongan hati. Why? Karena kita emang udah dilengkapi sensor untuk bisa ngebedain 2 hal itu. Jadi, jangan bilang “Masa Sih??” Karena kalimat yang harusnya keluar itu “ Iya Sih…”

Tapi kita kerap gak peduli dan bodo amat dengan omongan hati dan lebih sering mengikuti omongan nafsu yang ujungnya kadang lebih sering bikin kecewa dan sakit hati. Gak harus kita yang sakit hati, tapi bisa aja orang lain yang merasakan itu. Buruknya, kalo ternyata orang yang sakit hati adalah orang yang sudah kita ajak untuk menjalin komitmen. Perasaan jadi campur aduk, dan menyesal adalah perasaan yang paling dominan. Tapi kadang kita gak jera juga dengan mengambil keputusan untuk bersama orang baru yang sudah sangat sukses mencuri perhatian dan hati kita dibanding untuk tetap bersama dengan orang yang sudah kita kenal lebih jauh. Ironis yaa… tapi apa memang cinta selalu ironis? Atau kita – selaku pemeran dan pengarah drama percintaan ini – yang mengarahkannya ke arah ironi? Jujur, Gw pribadi gak bisa jawab. Tapi, mencintai dan dicintai oleh orang yang sangat kita cinta dengan kadar sayang dan ketulusan yang optimal dari kedua belah pihak – sumpah, itu surga dunia. Tanpa bermaksud sotoy, Gw yakin semua orang sepakat dengan kalimat Gw yang terakhir ini. Gw – dan kita semua kali yaa - Cuma berharap jalannya gak usah berliku liku dan kompleks, apalagi miris dan merugikan pihak lain. Cukup cerita cerita kayak gitu ada di karyanya Shakespeare aja, gak usah sampe di kehidupan pribadi. Paling nggak Gw sih gak mau ada di kehidupan Gw.

Lagi lagi sebuah angan menggoda dan berlari lari kecil di pikiran; Hati berharap angan itu berujung di kenyataan. Do’a dipanjatkan, usaha dilaksanakan. Sekarang, tinggal menunggu hasil; Sambil terus berusaha, sambil terus berdo’a. Semoga bisa jadi nyata; Semoga gak ada hati yang terluka; Semoga gak ada tetesan air mata; Semoga…..