Tuesday, August 14, 2007

Harapan di ujung Pasrah

Pada akhirnya, seseorang cuma bisa pasrah ketika usaha yang diiringi tetesan keringat juga airmata telah dikeluarkannya. Suatu hal yang sama sekali bukan masalah bagi orang lain, ternyata bisa menjadi masalah yang sangat besar bagi yang lainnya. Menyebalkan memang ketika itu terjadi, tapi salah satu hikmahnya adalah kembalinya bulir air mata di ujung sajadah, menyertai do'a.

Mungkin sudah waktunya memang untuk mengadahkan tangan dan mendongakan wajah kepada Tuhan, setelah sekian lama IA dipecundangi dengan ketidakpedulian. Mungkin Tuhan marah. Pun bila benar, sangatlah pantas. Tapi sepertinya ini hanya teguran untuk kembali mawas dengan keadaan dan kenyataan bahwa ada Tuhan. Buktinya, di pojokan jalan buntu yang gelap, pengap dan bau, dengan keadaaan lemah, lemas, hancur dan tidak berdaya, nama Tuhan yang disebut.

Kesadaran bahwa gak seharusnya kesombongan menjadi pakaian sehari - hari memang tidak selalu datang dari kesadaran diri sendiri. Pun hati nurani telah berkali - kali memperingati. Kejadian dahsyat yang membuat kita terpelanting, terjatuh dan tersungkurlah yang mampu merobek jubah kesombongan. Berharap bisa menyingkap pakaian iman didalamnya. Tetapi, itu semua tidak lepas dari penyikapan.

Akan ada titik terang di ujung lorong kelam. Usaha menjadi tongkat penuntun, do'a menjadi pelita dan sabar menjadi bekal. Cahaya di ujung lorong ... sungguh melegakan.